B. Pembelajaran
PAI pada Anak Usia Dini.
1. Pengertian
Pembelajaran PAI Pada Anak Usia Dini
Pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan.
Yang didalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen, yaitu guru, siswa
dan materi pelajaran atau sumber belajar.[1]
Secara umum belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku yang
relatif menetap yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman atau latihan.[2]
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak
Usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.[3] Dalam kurikulum
RABATA, Kementerian Agama RI menuliskan Bahwa pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik atau sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.[4] Dalam
pengertian lainnya, belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman (leaning is defined as the modification or
strengthening of behavior though experiencing), menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu
kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan
tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu
penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.[5]
Dengan demikian, yang dimaksud pembelajaran PAI pada anak usia dini (PAUD)
adalah proses mengorganisasi tujuan, bahan, metode dan alat serta
penilaian sehingga satu sama lain saling berhubungan dan saling berpengaruh
sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada diri peserta didik seoptimal mungkin
menuju terjadinya perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan yang diharapkan. 17
2. Teori-Teori Pembelajaran Pada
Anak Usia Dini
Menurut Bruner, teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori
belajar adalah deskriptif. Preskriptif karena tujuan utama.[6] Teori
pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan
deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar.
Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan diantara variabel-variabel yang
menentukan hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran sebaliknya, teori ini
menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi
proses belajar.
Beberapa teori pembelajaran pada anak usia dini:
a.
Teori Kognitif, yaitu tindakan mengenal atau
memikirkan situasi dimana tingkahlaku itu berada.
b.
Teori Behaviouristik, Yaitu tingkah laku manusia
dikendalikan oleh ganjaran(reward)
atau penguatan (reinforcement) dari
lingkungan.[7]
c.
Teori Humanistik, Yaitu tingkahlaku individu
ditentukan oleh individu sendiri, bukan orang lain.
d.
Teori Neorosains, yaitu teori pembelajaran yang
mendasarkan pada pertumbuhan dan perkembangan otak (sel saraf) seorang anak.[8]
Teori pembelajaran menurut barat:
a.
Teori Belajar menurut B.F Skinner (1958) adalah suatu
proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara
progresif.[9]
b.
Teori Belajar menurut Gagne (1972) adalah mekanisme
dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara komplek.[10]
c.
Teori Belajar menurut Jean Piaget (1972) , intelegence
(IQ Kecerdasan) adalah seperti sistem kehidupan lainnya, yaitu proses adaptasi.[11]
Dari beberapa teori para ahli dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran bukan hanya berupa
kegiatan mempelajari suatu mata pelajaran di rumah atau di sekolah secara
formal. Disamping itu belajar merupakan masalahnya setiap orang. Hampir semua
kecakapan, ketrampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap manusia
terbentuk, dimodifikasi dan berkembang karena belajar. Kegiatan yang disebut
belajar dapat terjadi dimana-mana, baik di lingkungan keluarga, masyarakat
maupun di lembaga pendidikan formal. Di lembaga pendidikan formal usaha-usaha
dilakukan untuk menyajikan pengalaman belajar bagi anak didik agar mereka belajar
hal-hal yang relevan baik bagi kebudayaan maupun bagi diri masing-masing.
3. Prinsip Pembelajaran Anak Usia Dini
Program
pembelajaran Anak usia Dini dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
a.
Berpusat
pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya.
b.
Beragam dan Terpadu.
Program
pembelajaran pada Anak usia Dini harus dapat mengakomodasi pendidikan inklusi
bagi anak yang berkebutuhan khusus:
a.
Tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
b.
Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
c.
Menyeluruh dan berkesinambungan.
d.
Belajar sepanjang hayat
Program
pembelajaran pada Anak usia Dini memotivasi dan menfasilitasi keingintahuan
anak untuk mengembangkan minat belajar terus menerus. Seimbang
antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
4. Ciri-ciri Pembelajaran Pada Anak Usia Dini
Pengertian pembelajaran yang dikemukakan oleh Miarso (1993), menyatakan
bahwa "pembelajaran adalah usaha pendidikan yang dilaksanakan secara
sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses
dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali".[12]
Dari pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan, maka dapat
disimpulkan beberapa ciri pembelajaran sebagai berikut.
a.
Merupakan upaya sadar dan disengaja.
b.
Pembelajaran harus membuat siswa belajar.
c.
Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan.
5.
Karakteristik
Pembelajaran Anak Usia Dini
Pengembangan
pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.
Program pembelajaran pada Anak
Usia Dini dilaksanakan secara terpadu dengan memperhatikan kebutuhan terhadap
kesehatan, gizi, stimulasi, social dan kepentingan terbaik bagi anak.
b. Program
pembelajaran pada Anak Usia Dini dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan
karakteristik pada Anak Usia Dini dan layanan pendidikan.
c. Program
pembelajaran pada Anak Usia Dini dilaksanakan berdasarkan prinsip belajar
melalui bermain dengan memperhatikan perbedaan individual, minat, dan kemampuan
masing-masing anak, social budaya, serta kondisi dan kebudayaan masyarakat.
Sedangkan
dalam kegiatan pembelajaran anak memiliki karakteristik yang berbeda
dengan orang dewasa dalam berperilaku. Dengan demikian dalam hal belajar anak
juga memiliki karakteristik yang tidak sama pula dengan orang dewasa.[14]
Karakteristik cara belajar anak merupakan fenomena yang harus dipahami dan
dijadikan acuan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk anak
usia dini. Adapun karakterisktik cara belajar anak adalah :
a. Anak belajar melalui bermain.
b. Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya.
c. Anak belajar secara alamiah.
d. Anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya mempertimbangkan
keseluruhan aspek pengembangan, bermakna, menarik, dan fungsional.[15]
Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini pada dasarnya adalah pengembangan
kurikulum secara konkret berupa seperangkat rencana yang berisi sejumlah
pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan pada anak usia dini
berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus dikuasainya dalam rangka
pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh anak.
6.
Melejitkan potensi
Kecerdasan Anak Usia Dini
Menurut
Peraturan Pemerintah (PP) Np. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, pada pasal 19 ayat 1 disebutkan bahwa proses pembelajaran pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menye-nangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk ber-partisipasi aktif
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik.[16]
Berdasarkan
PP tersebut, maka proses pembelajaran akan optimal jika didukung dengan Pendekatan
Pembelajaran pada Anak Usia Dini Yang mampu melejitkan potensi kecerdasan :
a.
Pendekatan High Scope
Pendekatan High/Scope
dikembangkan oleh David Weikart. High Scope mulai digunakan tahun 1962.
Digunakan studi longitudinal sampai seseorang berusia 40 tahun. Studi ini
menyebutkan bahwa anak memiliki hubungan sosial dan emosional yang baik.
Program ini melibatkan anak sebagai pembelajar aktif yang memberikan kesempatan
pada anak untuk memilih sendiri aktivitas bermainnya.[17]
High/Scope memiliki komponen penting, yaitu:
1) Anak sebagai pembelajar aktif yang menggunakan sebagian besar waktunya di
dalam learning center yang beragam.
2) Merencanakan-melakukan-mengulang (plan-do-rewind) Guru
membantu anak untuk memilih apa yang akan mereka lakukan setiap hari,
melaksanakan rencana mereka dan mengulang kembali yang telah mereka pelajari.
3) Pengalaman kunci (key experience) Pengalaman-pengalaman
penting anak dipakai untuk pembelajaran.
4) Penggunaan catatan anekdot untuk mencatat kemajuan yang diperoleh anak.[18]
b.
Pendekatan
Multiple Intellegensi
Teori Multiple Intelligence ini
dikembangkan oleh Gardner, dengan mendeskripsikan tujuh kecerdasan
manusia dalam Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences
. Dr Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai suatu kapasitas untuk
memecahkan permasalahan atau membentuk produk yang bernilai dalam satu atau
lebih latar budaya.[19]
Sebagai berikut:
1) Linguistic intelligence (kecerdasan
linguistik) adalah kemampuan untuk berpikir dalam bentuk kata-kata dan
menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks.
2) Logical-mathematical
intelligence (kecerdasan logika-matematika) merupakan
kemampuan dalam menghitung, mengukur, dan mempertimbangkan proposisi dan
hipotesis, serta menyelesaikan operasi-operasi matematis.
3) Spatial intelligence (kecerdasan
spasial) membangkitkan kapasitas untuk berpikir dalam tiga cara dimensi seperti
yang dapat dilakukan oleh pelaut, pilot, pemahat, pelukis, dan arsitek.
Kecerdasan ini memungkinkan seseorang untuk merasakan bayangan eksternal dan
internal, melukiskan kembali, merubah, atau memodifikasi bayangan, dan
menghasilkan atau menguraikan informasi grafik.
4) Bodily-kinesthetic
intelligence (kecerdasan kinestik-tubuh) memungkinkan
seseorang untuk menggerakan objek dan keterampilan-keterampilan fisik yang
halus. Misalnya kelihatan pada diri atlet, penari, ahli bedah, dan seniman yang
mempunyai keterampilan teknik.
5) Musical intelligence
(kecerdasan musik) jelas terlihat pada seseorang yang memiliki sensitivitas
pada pola titinada, melodi, ritme, dan nada. Misalnya pada seorang komposer,
konduktor, musisi, kritikus, dan pembuat alat musik juga pendengar yang
sensitif.
6) Interpersonal intelligence
(kecerdasan interpersonal) merupakan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi
dengan orang lain secara efektif. Hal ini terlihat pada guru, pekerja sosial,
artis, atau politisi yang sukses.
7) Intrapersonal intelligence
(kecerdasan intrapersonal) merupakan kemampuan untuk membuat persepsi yang
akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam itu dalam
merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang. Misalnya terlihat pada ahli
ilmu agama, ahli psikologi, dan ahli.
c.
Pendekatan Beyond Centre and Circle Time/BCCT
Pendidikan Anak Usia
Dini dapat menggunakan pembelajaran dengan pendekatan Beyond Centers and
Circle Time (BCCT), atau dalam bahasa Indonesia adalah Lebih Jauh Tentang
Sentra dan Saat Lingkaran Kegiatan bermain sambil belajar pada sentra-sentra
(sentra persiapan, peran makro, mikro, balok, imtaq, seni, dan sentra bahan
alam), dalam rangka mengembangkan seluruh potensi kecerdasanan anak.[20]
d.
Pendekatan Reggio Emilia Approach/REA
Pendekatan REA ini berkomitmen “menciptakan kondisi
pembelajaran yang akan mendorong dan memfasilitasi anak untuk membangun
kekuatan berpikirnya sendiri melalui penggabungan seluruh bahasa ekspresif,
komunikatif, dan kognitifnya”[21]
e.
Pendekatan Montessori
Pendekatan ini dikembangkn oleh Maria Motessori yang
bertujuan pendidikan Montessori adalah menggali dan mengoptimalkan seluruh potensi anak melalui stimulasi yang dipersiapkan.[22] Guru perlu membuat
perencanaan secara rinci dan mempersiapkan lingkungan pembelajaran yang tenang
dan teratur agar anak merasa nyaman untuk belajar.
Dengan demikian berbagai pendekatan dan pemberian
stimulasi pada anak sejak usia dini menjadi sangat penting jika kita
menginginkan anak yang membanggakan dan meraih prestasi yang gemilang. Yang
mampu melejitkan potensi kecerdasan dengan maksimal.
7.
Kerangka Dasar Dan Struktur
Program Pembelajaran PAI Pada Anak Usia Dini
a.
Kerangka Dasar
Berdasarkan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan, program pembelajaran PAUD dan bentuk lain yang
sederajat dilaksanakan dalam konteks bermain yang dapat di kelompokan menjadi :
1) Bermain
dalam rangka pembelajaran agama dan akhlak mulia
2) Bermain
dalam rangka pembelajaran social dan kepribadian
3) Bermain dalam rangka pembelajaran orientasi dan
pengenalan pengetahuan dan teknologi
4) Bermain
dalam rangka pembelajaran estetika; dan
5) Bermain dalam rangka pembelajaran jasmani, olahraga, dan
kesehatan[23]
Cakupan
setiap kelompok program pembelajaran pada anak usia dini disajikan dalam table
berikut :
No.
|
Kelompok Program Pembelajaran
|
Cakupan
|
1.
|
Agama dan Akhlak Mulia
|
Program pembelajaran agama dan akhlak mulia
pada Anak Usia Dini atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk
peningkatan potensi spiritual peserta didik melalui contoh pengalaman dari
pendidik agar menjadi kebiasaan sehari-hari baik dalam maupun di luar sekolah
sehingga menjadi bagian dari budaya sekolah.
|
2.
|
Sosial dan Kepribadian
|
Program pembelajaran social dan kepribadian
pada Anak Usia Dini atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk
pembentukan kesadaran dan wawasan peserta didik atas hak dan kewajibannya
sebagai warga masyarakat dan dalam interaksi social serta pemahaman terhadap
diri dan peningkatan kualitas diri sebagai manusia sehingga memiliki rasa
percaya diri.
|
Tabel
1.1, Program Pembelajaran Anak
Usia Dini.
[3]Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 4 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional,. Pustaka pelajar, .Yogyakarta ,2009.
[4] Kementerian Agama RI, (Kurikulum
RABATA, 2010), 3
17 A. Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar,
Zainal Abidin, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar(Bandung : PT. Remadja
Karya CV, 1989), hal. 29.
[6] Nara, Hartini Dan Siregar, Efeline, Teori Belajar Dan Pembelajaran, (Bogor, Ghalia Indonesia,2011), 23
[7] Ibid, 22
[12] Nara, Hartini Dan Siregar, Efeline, Teori Belajar Dan Pembelajaran, (Bogor, Ghalia Indonesia,2011), 23
[14] http://fitrirohmawati.blogspot.com/2013/12/metode-pembelajaran-pada-pendidikan.html
[15] Direktorat Jenderal Pendidikan Luar
Sekolah dan Pemuda. 2002. Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak
Usia Dini (Menu Pembelajaran Generik).Depdiknas:Jakarta.
[16] Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini,Strategi membangun Karakter di
usia Emas, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012), 55
[17] Ibid, 56
[18] http://wenab.blogspot.com/2012/06/berbagai-pendekatan-model-strategi-dan.html
[19] J.J. Reza Prasetyo, Yeni Andriani, Melatih Kecerdasan Majmuk pada Anak
Dan Dewasa, (Yogyakarta, CV. Andi, 2009.
[20] Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini,Strategi membangun Karakter di
usia Emas, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012), 63
[21] Freeman, Joan. and Munandar, Utami.. Cerdas dan Cemerlang (Kiat Menemukan Dan Mengembangkan Bakat Anak 0-5
Tahun). (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2001), 43
[22] Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini,Strategi membangun Karakter di
usia Emas, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012), 55