DEFINISI
METODOLOGI DAKWAH
PEMBAHASAN
DEFINISI METODOLOGI
DAKWAH
Oleh: Syahrudin,
M.Pd.I
A. Pengertian metodologi dakwah.
Metodologi
Dakwah adalah cara yang dilalui seorang da’i dalam menyampaikan pesan dakwah
keislamannya, atau cara seorang da’i dalam penerapan pendekatan dakwah.
B. Pembagian Metodologi
Dakwah.
Macam-macam
metode banyak jumlahnya. Dalam Al-Qur’an surat Al-Nahl ayat 125 terdapat tiga
hal yang menjadi prinsip utama methode-methode yang ada:
"Artinya
: Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabbmu Dia-lah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dia-lah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk" [An-Nahl : 125]
Dalam ayat diatas secara
jelas Allah SWT memberikan anjuran dalam menyampaikan dakwah, yaitu Al-Hikmah,
Mauidzah, dan debat atau Jadalah. Maka sangat penting seorang da’i mengacu pada
prinsip diatas dalam menyampaikan dakwah keislamannya.
Berikut macam-macam dari
metode dakwah:
1) Metode
Al-Hikmah
Hikmah secara bahasa
memiliki beberapa arti: al-Adl, al-Ilm, al-Hilm, al-Nubuwah, al-Qur’an,
al-Injil, al-Sunnah, dan lain sebagainya. Para ulama telah mendefinisikan
secara istilah. Al-Hikmah berarti mengetahui sesuatu yang terbaik dengan
pengetahuan yang paling baik. Ibn Katsir menafsirkan kata Hakim, dengan
keterangannya, hakim dalam perbuatan dan ucapan, hingga dapat meletakan sesuatu
pada tempatnya.
Dakwah al-Hikmah, yang
berarti dakwah bijak, mempunyai makna selalau memperhatikan suasana, situasi,
dan kondisi mad’u dan al-Hikmah ini ditujukan kepada mad’u yang kapasitas
intelektual pemikirannya terorganisasikan khawas, cendikiawan, atau ilmuwan. Dengan
demikian maka Hikmah itu menggunakan cara yang relevan dan realistis hingga
dapat diterima oleh mad’u.
a) Al-Hikmah
berdasarkan sumbernya
1. Allah
menyebut namanya dengan kata hikmah dalam Al-Qur’an sebanyak 80 kali.
2. Diantara
pekerjaan Rasulullah saw, adalah mengajarkan Hikmah.
3. Allah
menganjurkan untuk berdakwah dengan Metode Hikmah ini, dalam surat Al-Nahl ayat
125.
b) Al-Hikmah
berdasarkan Sistem dan Strukturnya.
Dalam proses menjalankan
metode dakwah dengan Al-Hikmah tentunya memiliki sistem dan strukturnya.
Rasulullah SAW adalah salah satu yang menggunakan metode Hikmah. Beliau sering
menggunakan cara Hikmah dalam menyampaikan dakwahnya, contoh saat beliau
menghadapi pemuda yang meminta izin kepada beliau untuk berzina. Rasulullah saat
itu menggunakan seluruh sistem dalam Pendekatan Hikmahnya, beliau menggunakan
pikiran, perasaan dan segala pengalamannya dalam menghadapinya.
Dari apa yang dicontohkan
Rasulullah, dapat kita petik sistem yang dipakai dalam pendekatan Hikmah ini.
Dari mulai menggunakan pemikiran, perasaan dan pengalamannya membuat beliau
sukses dalam menghadapi problem yang ia hadapi. Karena beliau menganalisis
terlebih dahulu apa yang ada dalam jiwa sang pemuda dan mengetahui yang menjadi
keinginan diri sang pemuda. Dengan cara itu Rasull mampu memberika penyelsaian
yang sesuai dengan jiwa orang yang merasakan masalah tersebut.
c) Al-Hikmah
berdasarkan Thabaqoh dan Bentuknya
Dalam konteks
pelaksanaannya, metode Al-Hikmah lebih efektif dalam konteks Dakwah Fardiyah,
fi’ah dan Ummah. Dakwah Fi’ah sendiri memiliki pengetian, dakwah yang dilakukan
terhadap kelompok kecil. Term fi’ah diambil dari Surat Al-Baqarah ayat 249.
Sementara dakwah ummah berarti dakwah yang dilakukan pada mad’u yang bersifat
masal.
Al-Hikmah lebih condong
efektif dengan tiga thabaqah konteks tersebut diatas karena sifat yang dimiliki
al-Hikmah sendiri yaitu, menyeru dengan menyesuaikan situasi, kondisi dan
emosionalnya sang mad’u. Seperti contoh dalam konteks keluarga yang termasuk
dakwah fi’ah. Seorang ayah yang menyeru anak-anaknya akan serta merta
menyesuaikan dengan kondisi fisik atau nalar sang anak.
Al-Hikmah dipandang dari
segi bentuk dakwah, mengarah pada bentuk dakwah Tablig dan Irsyad. Karena unsur
utama Hikmah adalah seruan yang juga ciri utma dakwah tablig juga irsyad.
Seperti dalam bentuk irsyad, seorang penyuluh akan memberi jawaban atas problem
yang dihadapi pasennya dengan sebuah jawaban yang sudah dengan tepat dianalisis
dengan keadaan sang pasien. Dan masih banyak contoh yang dapat diambil dalam
bentuk Hikmah ini.
2) Metode Mauidhah
Secara
etimologis mauidzah merupakan bentuk asal dari kata waadza-yaidzu-iwa’dzan;
yang memiliki arti menasehati dan mengingatkan akibat suatu perbuatan.
Selanjutnya Mauidzah menurut kebanyakan pendapat para ilmuan memiliki sinonim
dengan nasehat. Dalam lintas sejarahnya, metode ini menjadi bagian terpenting
dalam pelaksanaan dakwah para Nabi terdahulu termasuk Nabi Besar Muhammad SAW.
Bagi
sebagian ulama mengharuskan ada tambahan kata sesudah kata Mauidzah, karena
nasehat masih bersifat umum yang bisa dikatkan dengan nasehat kejahatan dan
lainya yang berefek negatif. Maka dapat kita lihat diberbagai sumber, kata
Mauidzah selalu memiliki terusan kata Hasanah untuk menunjukan kekhususan kata
Mauidzah sebagai nasehat yang baik.
1) Mauidzah
Hasanah berdasarkan Sumbernya
1. Surat
Al-Nahl ayat 125.
2. An-Nissa
ayat 63.
3. Nasehat
atau Mauidzah adalah sebagai dasar Agama, seperti diungkapkan Rasull dalam
Sabdanya, “Agama adalah Nasehat.”
2) Mauidzah
Hasanah berdasarkan Sistem dan Strukturnya
Dalam
sebuah sistem yang didasrkan pada Prinsif metode Mauidzah Hasanah ada hal yang
penting yang mesti diperhatikan. Yaitu cara penyampaian nasehat dan isi nasehat
itu sendiri. Dalam ilmu komunikasi ada beberapa cara agar dalam menyampaikan
nasehat dapat menghasilkan respon yang kita inginkan, diataranya dengan cara
menganalisi kepribadian orang yang akan dinasehati dan menganalisis bentuk
masalah yang menjadi akibat datangnya sebuah nasehat.
3) Mauidzah
Hasanah berdasarkan Thabaqoh dan Bentuknya
Mauidzah
atau Nasehat berdasarkan pada Thabaqahnya merujuk pada konteks dakwah fardiyah.
Fardiyah sendiri memiliki pengertian, Ajakan atau seruan kepada perorangan.
Dalam ilmu komunikasi dikenal kata Interpersonal yang berarti komunikasi yang
melibatkan dua orang saja.
Sedangkan
Mauidzah Hasanah atau Nasehat dipandang dari bentuknya merujuk pada bentuk
dakwah yang dikembangkan oleh Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) di Universitas
Negeri Islam. Kajian itu merujuk pada Irsyad yang berarti proses penyampaian
ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, penyuluhan dan psikoterapi. Dan dalam
konteksnya Irsyad menggunkan prinsif dakwah Mauidzah atau nasehat dalam
menyampaikan segala hasil anasisnya.
3) Metode Mujadalah
Mujadalah
merupakan upaya dakwah melalui bantahan, diskusi, atau berdebat dengan cara
yang terbaik. Seperti halnya pada metode Mauidzah, Kata Mujadalah dianggap
harus memiliki kata tambahan sebagi prinsif dakwah. Maka para ulama menambahkan
kata al-ahsan setelah kalimat mujadalah, untuk menuunjukan unsur positif pada
prinsif mujadalah ini. Prinsif metode ini ditujukan kepada mad’u yang melakukan
penolakan, tidak peduli atau mungkin membantah.
Drs. H.
Rohandi Abdul Fatah, M.Ag dan Drs. M. Tata Taufik, M.Ag menyampaikan dalam
bukunya bahwa Para Ulama mendefinisikan secara khusus tentang Mujadalah ini,
seperti dibawah ini:
1. Usaha
yang dilakukan seseorang dalam mempertahankan agrumen untuk menghadapi lawan
bicara.
2. Cara
yang berhubungan dengan pengukuhan pendapat.
3. Membandingan
berbagai dalil atau landasan untuk mencari yang paaling tepat.
Prinsif
Mujadalah atau perdebatan bukan sarana mencari siapa yang menang dan yang
kalah, akan tetapi merupakan sesuatu yang dipakai untuk mempertahankan dan
meluruskan kegiatan dakwah. Oleh karena itu diharapkan seorang da’i memiliki
kearifan dalam pemakaian metode Mujadalah ini.
a) Mujadalah
al-Ahsan berdasarkan Sumbernya
1. Allah
memerintahkan menggunakan metode Mujadalah dalam surat Al-Nahl: 125 dan surat
Al-Ankabut: 46.
2. Metode
ini merupakan akibat dari tabiat fitrah manusia yang suka membantah. Seperti
dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi:54
“Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.”
“Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.”
b) Mujadalah
al-Ahsan berdasarkan Sistem dan Strukturnya
Secara sistem, Metode
Mujadalah dilakukan dengan alasan adanya pembantahan dan penolakan dalam proses
dakwah. Dengan demikiian Mujadalah merupakan sesuatu yang amat penting dalam
pelaksanaan dakwah, terutama di zaman seperti sekarang ini. Namun harus juga
diperhatikan subtansi dan efek yang akan ditimbulkan jika dalam perdebatan
dengan pihak yang membantah kita justru terpojokan bukan karena Subtansi
keislamannya tapi karena kekurangan kemampuan dalam metode ini.
Para pelaku dakwah harus
memiliki kekuatan pemikiran yang luas dan memiliki mental yang kuat pula saat
menghadapi pembantahan yang mungkin akan memancing dan menguji mental seorang
da’i.
c) Mujadalah
al-Ahsan berdasarkan Thabaqoh dan Bentuknya
Metode Mujadalah al-Ahsan
ini bisa dilakukan dalam beberapa konteks Thabaqoh. Diantaranya, Fardiyah,
Fi’ah, Ummah, dan Hizbiyah. Jadi, metode Mujadalah atau perdebatan bisa terjadi
pada konteks face to face atau juga bisa dalam konteks antar kelompok kecil
juga. Dalam perkembangannya sering kita simak perdebatan antar Agama, termasuk
didalamnya para Da’i yang membela panji Islam. Konteks seperti itu termasuk
Thabaqah yang tinggi mencakup tingkat global.
Dipandang dari segi
bentuknya, metode Mujadalah hanya condong pada kegiatan dakwah dengan bentuk
Tablig. Karena tablig bersifat insidental, oral, masal, seremonial, bahkan
kolosal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar