http://www.syahrudinpaudpo.com

Kamis, 16 Oktober 2014

Pembelajaran PAI pada Anak Usia Dini



B.       Pembelajaran PAI pada Anak Usia Dini.
1.    Pengertian Pembelajaran PAI Pada Anak Usia Dini
Pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan. Yang didalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen, yaitu guru, siswa dan materi pelajaran atau sumber belajar.[1] Secara umum belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman atau latihan.[2]
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.[3] Dalam kurikulum RABATA, Kementerian Agama RI menuliskan Bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.[4] Dalam pengertian lainnya, belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (leaning is defined as the modification or strengthening of behavior though experiencing), menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.[5]
Dengan demikian, yang dimaksud  pembelajaran PAI pada anak usia dini (PAUD)  adalah proses mengorganisasi tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian sehingga satu sama lain saling berhubungan dan saling berpengaruh sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada diri peserta didik seoptimal mungkin menuju terjadinya perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan yang diharapkan. 17
2.      Teori-Teori Pembelajaran Pada Anak Usia Dini
Menurut Bruner, teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif karena tujuan utama.[6] Teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan diantara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran sebaliknya, teori ini menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar.
Beberapa teori pembelajaran pada anak usia dini:
a.       Teori Kognitif, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkahlaku itu berada.
b.      Teori Behaviouristik, Yaitu tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran(reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan.[7]
c.       Teori Humanistik, Yaitu tingkahlaku individu ditentukan oleh individu sendiri, bukan orang lain.
d.      Teori Neorosains, yaitu teori pembelajaran yang mendasarkan pada pertumbuhan dan perkembangan otak (sel saraf) seorang anak.[8]
Teori pembelajaran menurut barat:
a.       Teori Belajar menurut B.F Skinner (1958) adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.[9]
b.      Teori Belajar menurut Gagne (1972) adalah mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara komplek.[10]
c.       Teori Belajar menurut Jean Piaget (1972) , intelegence (IQ Kecerdasan) adalah seperti sistem kehidupan lainnya, yaitu proses adaptasi.[11]
Dari beberapa teori para ahli dapat disimpulkan bahwa  pembelajaran bukan hanya berupa kegiatan mempelajari suatu mata pelajaran di rumah atau di sekolah secara formal. Disamping itu belajar merupakan masalahnya setiap orang. Hampir semua kecakapan, ketrampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap manusia terbentuk, dimodifikasi dan berkembang karena belajar. Kegiatan yang disebut belajar dapat terjadi dimana-mana, baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun di lembaga pendidikan formal. Di lembaga pendidikan formal usaha-usaha dilakukan untuk menyajikan pengalaman belajar bagi anak didik agar mereka belajar hal-hal yang relevan baik bagi kebudayaan maupun bagi diri masing-masing.
3.      Prinsip Pembelajaran Anak Usia Dini
Program pembelajaran Anak usia Dini dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
a.     Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
b.      Beragam dan Terpadu.
Program pembelajaran pada Anak usia Dini harus dapat mengakomodasi pendidikan inklusi bagi anak yang berkebutuhan khusus:
a.       Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
b.      Relevan dengan kebutuhan  kehidupan.
c.       Menyeluruh dan berkesinambungan.
d.      Belajar sepanjang hayat
Program pembelajaran pada Anak usia Dini memotivasi dan menfasilitasi keingintahuan anak untuk mengembangkan minat belajar terus menerus. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
4.      Ciri-ciri Pembelajaran Pada Anak Usia Dini
Pengertian pembelajaran yang dikemukakan oleh Miarso (1993), menyatakan bahwa "pembelajaran adalah usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali".[12]
Dari pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan beberapa ciri pembelajaran sebagai berikut.
a.       Merupakan upaya sadar dan disengaja.
b.      Pembelajaran harus membuat siswa belajar.
c.       Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan.
d.      Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses, maupun hasilnya.[13]
5.      Karakteristik Pembelajaran Anak Usia Dini
Pengembangan pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.       Program pembelajaran pada Anak Usia Dini dilaksanakan secara terpadu dengan memperhatikan kebutuhan terhadap kesehatan, gizi, stimulasi, social dan kepentingan terbaik bagi anak.
b.   Program pembelajaran pada Anak Usia Dini dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan karakteristik pada Anak Usia Dini dan layanan pendidikan.
c.    Program pembelajaran pada Anak Usia Dini dilaksanakan berdasarkan prinsip belajar melalui bermain dengan memperhatikan perbedaan individual, minat, dan kemampuan masing-masing anak, social budaya, serta kondisi dan kebudayaan masyarakat.
Sedangkan dalam kegiatan pembelajaran anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa dalam berperilaku. Dengan demikian dalam hal belajar anak juga memiliki karakteristik yang tidak sama pula dengan orang dewasa.[14] Karakteristik cara belajar anak merupakan fenomena yang harus dipahami dan dijadikan acuan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini. Adapun karakterisktik cara belajar anak adalah :
a.       Anak belajar melalui bermain.
b.      Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya.
c.       Anak belajar secara alamiah.
d.      Anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna, menarik, dan fungsional.[15]
Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini pada dasarnya adalah pengembangan kurikulum secara konkret berupa seperangkat rencana yang berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan pada anak usia dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus dikuasainya dalam rangka pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh anak.
6.      Melejitkan potensi Kecerdasan Anak Usia Dini
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Np. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada pasal 19 ayat 1 disebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pen­didikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menye-nangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk ber-partisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.[16]
Berdasarkan PP tersebut, maka proses pembelajaran akan optimal jika didukung dengan Pendekatan Pembelajaran pada Anak Usia Dini Yang mampu melejitkan potensi kecerdasan :
a.      Pendekatan High Scope
Pendekatan High/Scope dikembangkan oleh David Weikart. High Scope mulai digunakan tahun 1962. Digunakan studi longitudinal sampai seseorang berusia 40 tahun. Studi ini menyebutkan bahwa anak memiliki hubungan sosial dan emosional yang baik. Program ini melibatkan anak sebagai pembelajar aktif yang memberikan kesempatan pada anak untuk memilih sendiri aktivitas bermainnya.[17]
High/Scope memiliki komponen penting, yaitu:
1)      Anak sebagai pembelajar aktif yang menggunakan sebagian besar waktunya di dalam learning center yang   beragam.
2)      Merencanakan-melakukan-mengulang (plan-do-rewind) Guru membantu anak untuk memilih apa yang akan mereka lakukan setiap hari, melaksanakan rencana mereka dan mengulang kembali yang telah mereka pelajari.
3)      Pengalaman kunci (key experience) Pengalaman-pengalaman penting anak dipakai untuk pembelajaran.
4)      Penggunaan catatan anekdot untuk mencatat kemajuan yang diperoleh anak.[18]
b.      Pendekatan Multiple Intellegensi
Teori Multiple Intelligence ini dikembangkan oleh Gardner, dengan mendeskripsikan tujuh kecerdasan manusia dalam Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences . Dr Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai suatu kapasitas untuk memecahkan permasalahan atau membentuk produk yang bernilai dalam satu atau lebih latar budaya.[19] Sebagai berikut:
1)      Linguistic intelligence (kecerdasan linguistik) adalah kemampuan untuk berpikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks.
2)      Logical-mathematical intelligence (kecerdasan logika-matematika) merupakan kemampuan dalam menghitung, mengukur, dan mempertimbangkan proposisi dan hipotesis, serta menyelesaikan operasi-operasi matematis.
3)      Spatial intelligence (kecerdasan spasial) membangkitkan kapasitas untuk berpikir dalam tiga cara dimensi seperti yang dapat dilakukan oleh pelaut, pilot, pemahat, pelukis, dan arsitek. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang untuk merasakan bayangan eksternal dan internal, melukiskan kembali, merubah, atau memodifikasi bayangan, dan menghasilkan atau menguraikan informasi grafik.
4)      Bodily-kinesthetic intelligence (kecerdasan kinestik-tubuh) memungkinkan seseorang untuk menggerakan objek dan keterampilan-keterampilan fisik yang halus. Misalnya kelihatan pada diri atlet, penari, ahli bedah, dan seniman yang mempunyai keterampilan teknik.
5)      Musical intelligence (kecerdasan musik) jelas terlihat pada seseorang yang memiliki sensitivitas pada pola titinada, melodi, ritme, dan nada. Misalnya pada seorang komposer, konduktor, musisi, kritikus, dan pembuat alat musik juga pendengar yang sensitif.
6)      Interpersonal intelligence (kecerdasan interpersonal) merupakan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Hal ini terlihat pada guru, pekerja sosial, artis, atau politisi yang sukses.
7)      Intrapersonal intelligence (kecerdasan intrapersonal) merupakan kemampuan untuk membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam itu dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang. Misalnya terlihat pada ahli ilmu agama, ahli psikologi, dan ahli.

c.       Pendekatan Beyond Centre and Circle Time/BCCT
Pendidikan Anak Usia Dini dapat menggunakan pembelajaran dengan pendekatan Beyond Centers and Circle Time (BCCT), atau dalam bahasa Indonesia adalah Lebih Jauh Tentang Sentra dan Saat Lingkaran Kegiatan bermain sambil belajar pada sentra-sentra (sentra persiapan, peran makro, mikro, balok, imtaq, seni, dan sentra bahan alam), dalam rangka mengembangkan seluruh potensi kecerdasanan anak.[20]
d.      Pendekatan Reggio Emilia Approach/REA
Pendekatan REA ini berkomitmen “menciptakan kondisi pembelajaran yang akan mendorong dan memfasilitasi anak untuk membangun kekuatan berpikirnya sendiri melalui penggabungan seluruh bahasa ekspresif, komunikatif, dan kognitifnya”[21]
e.      Pendekatan Montessori
Pendekatan ini dikembangkn oleh Maria Motessori yang bertujuan pendidikan Montessori adalah menggali dan mengoptimalkan seluruh potensi  anak melalui stimulasi yang dipersiapkan.[22] Guru perlu membuat perencanaan secara rinci dan mempersiapkan lingkungan pembelajaran yang tenang dan teratur agar anak merasa nyaman untuk belajar.
Dengan demikian berbagai pendekatan dan pemberian stimulasi pada anak sejak usia dini menjadi sangat penting jika kita menginginkan anak yang membanggakan dan meraih prestasi yang gemilang. Yang mampu melejitkan potensi kecerdasan dengan maksimal.
7.      Kerangka Dasar Dan Struktur Program Pembelajaran PAI Pada Anak Usia Dini
a.         Kerangka Dasar
Berdasarkan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, program pembelajaran PAUD dan bentuk lain yang sederajat dilaksanakan dalam konteks bermain yang dapat di kelompokan menjadi :
1)      Bermain dalam rangka pembelajaran agama dan akhlak mulia
2)      Bermain dalam rangka pembelajaran social dan kepribadian
3)      Bermain dalam rangka pembelajaran orientasi dan pengenalan pengetahuan dan teknologi
4)      Bermain dalam rangka pembelajaran estetika; dan
5)      Bermain dalam rangka pembelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan[23]
Cakupan setiap kelompok program pembelajaran pada anak usia dini disajikan dalam table berikut :

No.
Kelompok Program Pembelajaran
Cakupan
1.
Agama dan Akhlak Mulia
Program pembelajaran agama dan akhlak mulia pada Anak Usia Dini atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual peserta didik melalui contoh pengalaman dari pendidik agar menjadi kebiasaan sehari-hari baik dalam maupun di luar sekolah sehingga menjadi bagian dari budaya sekolah.
2.
Sosial dan Kepribadian
Program pembelajaran social dan kepribadian pada Anak Usia Dini atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk pembentukan kesadaran dan wawasan peserta didik atas hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat dan dalam interaksi social serta pemahaman terhadap diri dan peningkatan kualitas diri sebagai manusia sehingga memiliki rasa percaya diri.
                  Tabel 1.1, Program Pembelajaran Anak Usia Dini.



[1] Gunawan, Kurikulum dan pembelajaran PAI, (Bandung, ALFABETA,2013), 108
[2] Abdul Ghofir, Proses Belajar-Mengajar, (Malang : IAIN Sunan Ampel Fak. Tarbiyah, 1987) hal. 18
[3]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 4 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,. Pustaka pelajar, .Yogyakarta ,2009.
[4] Kementerian Agama RI, (Kurikulum RABATA, 2010), 3
[5] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004), hal. 27
17 A. Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar, Zainal Abidin, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar(Bandung : PT. Remadja Karya CV, 1989), hal. 29.
[6]  Nara, Hartini Dan Siregar, Efeline, Teori Belajar  Dan Pembelajaran, (Bogor, Ghalia Indonesia,2011), 23
[7] Ibid, 22
[8] Fadlillah, Muhammad, Desain pembelajaran PAUD, (Jogjakarta: Az-ruz Media, 2012), 127
[9]  Gunawan, Kurikulum dan pembelajaran PAI (Bandung, ALFABETA, 2013), 110
[10] Ibid. 112
[11] Ibid. 113
[12] Nara, Hartini Dan Siregar, Efeline, Teori Belajar  Dan Pembelajaran, (Bogor, Ghalia Indonesia,2011), 23
[13] Ibid, 32
[14] http://fitrirohmawati.blogspot.com/2013/12/metode-pembelajaran-pada-pendidikan.html
[15] Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda. 2002. Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia Dini (Menu Pembelajaran Generik).Depdiknas:Jakarta.
[16] Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini,Strategi membangun Karakter di usia Emas, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012), 55
[17] Ibid, 56
[18] http://wenab.blogspot.com/2012/06/berbagai-pendekatan-model-strategi-dan.html
[19] J.J. Reza Prasetyo, Yeni Andriani, Melatih Kecerdasan Majmuk pada Anak Dan Dewasa, (Yogyakarta, CV. Andi, 2009.
[20] Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini,Strategi membangun Karakter di usia Emas, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012), 63
[21] Freeman, Joan. and Munandar, Utami.. Cerdas dan Cemerlang (Kiat Menemukan Dan Mengembangkan Bakat Anak 0-5 Tahun). (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2001), 43
[22] Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini,Strategi membangun Karakter di usia Emas, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012), 55
[23] Kemenrterian Agama RI, Kurikulum RABATA, (Jakarta, 2011), 7

Diklat K13

Diklat K13

Penyusunan Silabus RA

Penyusunan Silabus RA