http://www.syahrudinpaudpo.com

Kamis, 16 Oktober 2014

Pendidikan anak usia dini (PAUD)


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antar keluarga, sekolah, dan masyarakat, bahkan menjadi tanggung jawab seluruh bangsa Indonesia. Karena dengan adanya pendidikan maka seseorang itu akan mempunyai pengetahuan  tentang suatu wawasan pendidikan.
Dan awal pendidikan itu di mulai sejak anak usia dini atau sejak lahir karena pendidikan usia dini pada dasarnya berpusat pada kebutuhan anak, yaitu pendidikan yang berdasarkan pada minat, kebutuhan, dan kemampuan sang anak, oleh karena itu, peran pendidik sangatlah penting. Dan pendidik harus mampu memfasilitasi aktivitas anak dengan material yang beragam.
Selain itu, sesuai dengan pasal 28 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa : (1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat, (4)  Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat,(5)  Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Dan untuk pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah yang dinyatakan pada pasal (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.[1]     
Anak usia dini merupakan individu yang berbeda, unik, dan memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan tahapan usianya. Masa usia dini (0-6 tahun) merupakan masa keemasan (golden age), yang pada masa ini stimulasi seluruh aspek perkembangan berperan penting untuk tugas perkembangan selanjutnya. Perlu disadari bahwa masa-masa awal kehidupan anak merupakan masa terpenting dalam rentang kehidupan seseorang anak. Pada masa ini pertumbuhan otak sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat (eksplosif).
Mengingat pentingnya masa ini, maka peran stimulasi berupa penyediaan lingkungan yang kondusif harus disiapkan oleh para pendidik, baik orang tua, guru, pengasuh ataupun orang dewasa lain yang ada di sekitar anak, sehingga anak memiliki kesempatan untuk mengembangkan seluruh potensinya. Potensi yang dimaksud meliputi aspek moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional dan kemandirian, kemampuan berbahasa, kognitif, fisik/motorik, dan seni. Pendidikan anak usia dini diberikan pada awal kehidupan anak untuk dapat berkembang secara optimal.
Upaya pengembangan harus dilakukan melalui kegiatan bermain agar tidak membuat anak kehilangan masa bermainnya. Bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak, bermain juga membantu anak mengenal dirinya, dengan siapa ia hidup, serta lingkungan tempat ia hidup. Melalui bermain anak memperoleh kesempatan untuk berkreasi, bereksplorasi, menemukan, dan mengekspresikan perasaannya.[2]
Pengertian pendidikan secara umum adalah usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut Suyudi H. M. pengertian pendidikan adalah seluruh aktivitas atau upaya secara sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik terhadap semua aspek perkembangan kepribadian baik jasmani maupun rohani, secara formal, informal maupun non formal yang berjalan terus menerus untuk mencapai kebahagian dan nilai yang tinggi, baik nilai insaniah maupun ilahiah.[3]
Menurut Lengeveld dalam bukunya karangan Mansur yang berjudul “Pendidikan anak usia dini dalam islam” yang dikutip oleh M. Fadlillah bahwa pendidikan adalah upaya manusia dewasa membimbing kepada yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan.[4]
Fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam Buku Kurikulum RABATA tahun 2011, Kementerian Agama RI fungsi pendidikan Raudlotul Athfal (RA) adalah membina, menumbuhkan, megembangkan  seluruh potensi anak secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya.[5]
Dalam konteks pembelajaran masa kini, menuntut seorang guru untuk mengemas pembelajaran yang baik mungkin dan dapat berhasil menyampaikan pesan-pesan pembelajaran sesuai target kurikulum. Strategi pembelajaran yang direncanakan sebelumnya oleh guru dimaksudkan untuk memudahkan guru dalam usaha menegakkan kedisiplinan siswa dalam belajar sesuai dengan tata tertib yang berlaku di sekolah, sehingga siswa berkembang sesuai dengan fitrahnya.
Di zaman sekarang pengaruh perkembangan teknologi sangat pesat yang  memberikan dampak poistif dan negatif pada anak, maka dari itu anak perlu mendapatkan perhatian lebih, karena mereka di luar sekolah atau lingkungan masyarakat banyak mendapatkan informasi, baik positif maupun negatif karena  peserta didik pada usia dini masih belum bisa untuk mengambil contoh mana yang harus diikutinya dan mana yang harus ditinggalkan.[6]
Usia 4 – 6 tahun merupakan masa peka yang penting bagi anak untuk mendapatkan pendidikan. Pengalaman yang diperoleh anak dari lingkungan, termasuk stimulasi yang diberikan oleh orang dewasa, akan memengaruhi kehidupan anak di masa yang akan datang. Masa usia dini merupakan usia emas pertumbuhan dan perkembangan (golden age) sebab perkembangan berbagai aspek psiko-fisik yang terjadi pada masa ini akan menjadi peletak dasar sangat fundamental.[7] Artinya, perkembangan aspek psiko-fisik pada masa usia dini akan menjadi dasar peletak bagi perkembangan selanjutnya.
Perkembangan otak anak mengalami peningkatan yang sangat pesat, oleh sebab itu pendidikan anak usia dini merupakan dasar bagi perkembangan masa berikutnya, serta merupakan tahap pembinaan awal menuju terbinanya kualitas sumber daya manusia Indonesia yang memiliki daya saing tinggi di era sekarang ini.
Di sisi lain, pendidikan anak usia dini memandang anak sebagai individu yang utuh sehingga membutuhkan pelayanan menyeluruh yang meliputi berbagai aspek perkembangan fisik dan psikis. Secara kodrati bahwa anak sejak lahir memiliki lebih dari satu bakat, tetapi bakat tersebut bersifat potensial. Untuk itu, anak perlu diberikan pendidikan yang sesuai dengan perkembangannya. Pertumbuhan dan perkembangan anak akan tercapai secara optimal, apabila diciptakan situasi dan kondisi yang kondusif sesuai dengan kebutuhan anak yang berbeda satu dengan lainnya, sehingga layanan pendidikan yang diberikan harus memperhatikan keberagaman budaya, agama, kondisi alam dan pola kehidupan sehari-hari anak. Selain itu, sangat perlu diperhatikan kodrat anak sebagai makhluk individu, sosial, susila dan religius. Oleh karena itu pengembangan anak usia dini berorientasi pada pendekatan berpusat pada anak (student centered).
Oleh karena itu diperlukan upaya yang mampu memfasilitasi anak dalam masa tumbuh kembangnya berupa kegiatan pendidikan dan pembelajaran sesuai dengan usia, kebutuhan dan minat anak. hal tersebut sesuai yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.[8] hal ini selaras dengan Firman Allah:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”  ( Q.S AN-NAHL : 78 )[9]
Pembelajaran pada Anak Usia Dini akan memberi wacana baru bagi perkembangan  pendidikan, karena dengan adanya Proses pembelajaran yang menarik, sehingga dengan begitu  tujuan pendidikan nasional akan tercapai. Hal ini selaras dengan undang-undang Sispendiknas,no. 20 tahun 2003, yang berbunyi :” Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.[10]
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa standar Pendidikan Anak Usia Dini atas : Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan; Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan; Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian; dan Standar sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, dan Standar Pembiayaan.[11]
Untuk model pembelajaran yang berusaha melibatkan pengalaman belajar siswa, sehingga menjadikan siswa belajar secara aktif, kreatif, inovatif, menyenangkan dapat dilakukan mandiri atau dapat berkelompok; diantaranya pembelajaran tersebut antara lain:
Selama ini masih ada pembelajaran yang berlangsung disekolah cenderung menunjukkan (1) guru lebih banyak ceramah; (2) media belum dimanfaatkan; (3) pengelolaan belajar cenderung klasikal dan kegiatan belajar kurang bervariasi; (4) tuntutan guru terhadap hasil belajar dan produktifitas rendah; (5) kurang pajangan terhadap hasil karya peserta didik; (6) guru dan buku sebagai sumber belajar; (7) semua peserta didik dianggap sama; (8) penilaian hanya berupa test; (9) latihan dan tugas kurang dan tidak menantang, dan (10) interaksi pembelajaran searah. Pembelajaran yang demikian ini tidak menunjukkan apapun mengenai upaya dari guru, hanya menghabiskan waktu dan anggaran tanpa kemajuan yang berarti.[12]
Atas dasar itulah maka perlu dicarikan alternatif-alternatif baru dalam pembelajaran PAI pada anak usia dini, salah satu alternatif pembelajaran untuk pembinaan yang dapat mengatasi  atau dapat mengurangi problem yang ada selama ini serta diharapkan anak dapat belajar lebih giat dan semangat, dengan begitu tujuan pembelajaran akan tercapai dengan maksimal.


[1] Kementerian Agama RI,  Kurikulum KTSP RABATA, (Jakarta,2010). , 23
[2] Kurikulum KTSP, Standar isi Paud PP 58 tahun 2009,(Kementerian RI.2010) , 23
[3] Suyudi, H. M. Rancang Bangun Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Belukar, 2014), 29
[4] Fadlillah, Muhammad, Desain pembelajaran PAUD, (Jogjakarta: Az-ruz Media), 63
[5] Kementerian Agama RI, Kurikulum RABATA, (Jakarta, 2011), 3.
[6] Sambutan Dari Sekjen Pendidikan Madrasah, Direktorat Pendidikan Madrasah Pusat.di Hotel Amarrozza Bogor, pada hari Kamis, 10 Juli 2014
[7] Kementerian Agama RI, Kurikulum RABATA, (Jakarta, 2011), 2
[8]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 4 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,. Pustaka pelajar, .Yogyakarta ,2009.
[9] Khadim Al Haramain Asy Syarifain (Pelayan Kedua Tanah Suci), Al Qur`an Dan Terjemahnya, (Madina:Komplek Percetakan Al Qur`an Khadim Al Haramain Asy Syarifain Raja Fahd, 1971), 413.
[10] Ibid, 1
[11] Ibid, 3
[12] Sambutan Ibu Hj. Siti Amanati,SH., M. Hum dalam Kegiatan Diklat Guru PAUD (Implementasi Kurikulum Multiple Intelegensi dan Permendiknas PP 58 tahun 2009, Tambak Kemangi Ponorogo, pada tanggal 08 Januari 2014 (dokumen Notulen)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diklat K13

Diklat K13

Penyusunan Silabus RA

Penyusunan Silabus RA