MAKNA PEMBAHRUAN
DALAM ISLAM
Makalah ini diajukan
guna memenuhi tugas mata kuliah :
PMDI
Disusun oleh :
Fatah chuddin
Dosen Pengampu :
Syahrudin, M.PDI
Fakultas/Semester :
Dakwah/08
INSTITUT AGAMA ISLAM RIYADLOTUL MUJAHIDIN
AL-ISLAMIYAH
PONDOK PESANTREN “WALI SONGO” NGABAR
Tahun : 2014 M
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Terpuruknya nilai–nilai pendidikan dilatar
belakangi oleh kondisi internal Islam yang tidak lagi menganggap ilmu
pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang harus diperhatikan.
Selanjutnya, ilmu pengetahuan lebih banyak diadopsi bahkan dimanfaatkan secara
komprehensif oleh barat yang pada masa lalu tidak pernah mengenal ilmu
pengetahuan.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang
mendorong terjadinya proses pembaharuan Islam. Pertama faktor internal yaitu,
faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat memerlukan satu system yang
betul – betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia – manusia
muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah. Kedua faktor
eksternal adanya kontak Islam dengan barat juga merupakan faktor terpenting
yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan
membawa perubahan phragmatik umat Islam untuk belajar secara terus menerus
kepada barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa
terminimalisir.
Dalam makalah ini lebih menekankan kepada pengertian dari
pembaharuan dalam islam, tokoh-tokoh dalam pemharuan islam, dan tujuannya.
B.
Rumusan masalah.
1.
Apakah makna dari pemabaharuan dalam islam!
2.
Siapakah tokoh-tokoh dalam pemabaharun islam?
3.
Apakah tujuan dari pembaharuan dalam islam!
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pembaharuan dalam Islam.
Kata yang lebih di kenal untuk pembaharuan adalah
modernisasi. Kata modernisasi lahir dari dunia barat, adanya sejak terkait
dengan masalah agama. Dalam masyarakat barat kata modernisasi mengandung
pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham,
adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya. Agar emua itu dapat
disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadan baru yang ditimbulkan oleh
kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern.
Pembaharuan Islam adalah upaya untuk menyesuiakan paham
keagamaan Islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan terknologi Modern. Dengan demikian pembaharuan dalam Islam ukan
berarti mengubah, mengurangi atau menambahi teks Al-Quran maupun Hadits,
melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya. Sesuai dengan perkembangannya
zaman, hal ini dilakukan karena betapapun hebatnya paham-paham yang dihasilkan
para ulama atau pakar di zaman lampau itu tetap ada kekurangannya dan selalu
dipengaruhi oleh kecendrunagan, pengetahuan, situasional, dan sebagainya.
Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masih banyak yang relevan
dan madih dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
Kata tajdid sendiri secara bahasa berarti “mengembalikan
sesuatu kepada kondisinya yang seharusnya”. Dalam bahasa Arab, sesuatu
dikatakan “jadid” (baru), jika bagian-bagiannya masih erat menyatu dan masih
jelas. Maka upaya tajdid seharusnya adalah upaya untuk mengembalikan keutuhan
dan kemurnian Islam kembali. Atau dengan ungkapan yang lebih jelas, Thahir ibn
‘Asyur mengatakan.
Pembaharuan agama itu mulai direalisasikan dengan mereformasi
kehidupan manusia di dunia. Baik dari sisi pemikiran agamisnya dengan upaya
mengembalikan pemahaman yang benar terhadap agama sebagaimana mestinya, dari
sisi pengamalan agamisnya dengan mereformasi amalan-amalannya, dan juga dari
sisi upaya menguatkan kekuasaan agama.
Pengertian ini menunjukkan bahwa sesuatu yang akan mengalami
proses tajdid adalah sesuatu yang memang telah memiliki wujud dan dasar yang
riil dan jelas. Sebab jika tidak, ke arah mana tajdid itu akan dilakukan?
Sesuatu yang pada dasarnya memang adalah ajaran yang batil –dan semakin lama
semakin batil-, akan ditajdid menjadi apa? Itulah sebabnya, hanya Syariat Islam
satu-satunya syariat samawiyah yang mungkin mengalami tajdid. Sebabnya dasar
pijakannya masih terjaga dengan sangat jelas hingga saat ini, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Adapun Syariat agama Yahudi atau Kristen –misalnya-,
keduanya tidak mungkin mengalami tajdid, sebab pijakan yang sesungguhnya sudah
tidak ada. Yang ada hanyalah “apa yang disangka” sebagai pijakan, padahal
bukan. Tidak mengherankan jika kemudian aliran Prostestan menerima “kemenangan”
akal dan sains atas agama, sebab gereja pada mulanya tidak menerimanya, sebab
teks-teks Injil tidak memungkinkan untuk itu. Dan yang seperti sama sekali
tidak dapat disebut sebagai tajdid.
Dalam Islam sendiri, seputar ide tajdid ini, Rasulullah saw.
sendiri telah menegaskan dalam haditsnya tentang kemungkinan itu. Beliau
mengatakan, yang artinya; “Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk ummat ini
pada setiap pengujung seratus tahun orang yang akan melakukan tajdid
(pembaharuan) terhadap agamanya.” (HR. Abu Dawud , no. 3740).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tajdid dalam Islam
mempunyai 2 bentuk:
Pertama, memurnikan agama -setelah perjalanannya berabad-abad lamanya- dari hal-hal yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali kepada bagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam keseharian mereka.
Pertama, memurnikan agama -setelah perjalanannya berabad-abad lamanya- dari hal-hal yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali kepada bagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam keseharian mereka.
Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang
muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain. Meski harus diingat,
bahwa “memberikan jawaban” sama sekali tidak identik dengan membolehkan atau
menghalalkannya. Intinya adalah bahwa Islam mempunyai jawaban terhadap hal itu.
Berdasarkan ini pula, maka kita dapat memahami bahwa bidang-bidang tajdid itu
mencakup seluruh bagian ajaran Islam. Tidak hanya fikih, namun juga aqidah,
akhlaq dan yang lainnya. Tajdid dapat saja dilakukan terhadap aqidah, jika
aqidah ummat telah mengalami pergeseran dari yang seharusnya.
B.
Tokoh-tokoh
pembaharu dalam islam
Pembaharuan
dalam Islam timbul sebagai reaksi dan respon umat Islam terhadap imperialisme
Barat yang telah mendominasi dalam bidang politik dan budaya pada abad 19.
Namun, imperialisme Barat bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan adanya
pembaharuan dalam Islam. Islam memiliki landasan teologis yang kuat untuk
mengadakan pembaharuan. Selain itu, kondisi internal umat Islam yang
memprihatinkan menjadi faktor utama yang mendorong lahirnya pembaharuan dalam
islam. Dari sekian banyak pembaharuan Islam, diantaranya adalah
1.
Muhammad Ibn
Abd Al-Wahhab
Gerakan
Wahabiyyah lahir di Dari’ah pada tahun 1744 M yang bertujuan memperbaiki
kepincangan-kepincangan, menghapuskan semua kegiatan takhayul dan kembali pada
Islam sejati. Muhammad bin Abd al '-Wahhab juga menghidupkan kembali minat
dalam karya-karya sarjana Islam Ibnu Taymiya, yang pada gilirannya dipanggil
untuk kebangkitan metodologi sahabat sahabat, para ulama dari tabi'in pengikut
dan metodologi dari Imam dari mahzab, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Al Shafi'ee dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Pemikiran-pemikiran
Muhammad Ibn Abd Al-Wahab yang mempunyai pengaruh pada perkembangan pemikiran
pembaharuan di abad ke-19, yaitu[1]
:
a.
Hanya al-Qur’an dan hadislah yang merupakan
sumber asli dari ajaran-ajaran Islam.
b.
Taklid kepada ulama tidak dibenarkan.
c.
Pintu ijtihad terbuka.
2.
Jamaludin
al-Afghani.
Bentuk
pengajaran Jamaluddin Al Afghani tersimpul dalam dua kesimpulan. Pertama beliau
menekankan supaya pengajaran agama Islam itu diperbaiki supaya sesuai dan dapat
mengikuti zaman modern dan kedua bertujuan untuk membebaskan negara-negara
Islam di Timur dari cengkaman kekuasaan Barat. Beliau senantiasa berpendapat
bahwa umat Islam telah merosot akhlaknya dan lemah semangat serta dikuasai oleh
hawa nafsu yang buas. Beliau menaruh keyakinan penuh bahwa kekuasaan negara
Barat ke atas negara-negara Islam adalah amat bahaya dengan keadaan demikian
jika umat Islam tidak berubah, mereka pasti akan menerima nasib yang lebih
buruk lagi. Oleh karena itu, umat Islam hendaknya bangkit untuk mengembalikan
agama dan diri mereka sebagai umat yang mulia lagi terpuji.
Pemikiran
politik Al-Afghani ada dua unsur utama : kesatuan dunia Islam dan popularisme.
Doktrin kesatuan politik dunia islam yang dikenal sebagai pan islamisme di
desakkan oleh Al-Afghani sebagai satu-satunya benteng pertahanan terhadap
penduduk dan dominasi asing atas negeri-negeri muslim. Dorongan populis timbul
baik dari pertimbangan akan keadilan intrinsiknya dan dari kenyataan bahwa
suatu pemerintah konstitusional oleh rakyat sajalah yang akan kuat berdiri,
stabil dan merupakan jaminan yang sebenarnya menghadapi kekuatan dan
intrik-intrik asing[2].
3.
Muhammad Abduh
Pendidikannya
mula-mula oleh orang tuanya mengaji sampai hafal al-quran dalam usia 12 tahun.
Selanjutnya keperguruan agama “ Masjid Ahmadi” di desa thanta dan akhirnya
keperguruan tinggi islam “Al-Azhar” Kairo tamat tahun 1877 serta membaktikan
diri mengajar di Dar Al-Ulum dan rumahnya sendiri.
Pemikiran-pemikiran
Muhammad Abduh meliputi Pendidikan,
a. Abduh menentang
dualisme pendidikan yang memisahkan antara pendidikan agama dari pendidikan
umum.
b. Politik, Abduh
menganggap perlu adanya pembatas kekuasaan suatu pemerintahan dan perlunya
kontrol sosial dari rakyat terhadap penguasa.
c. Taklid dan
ijtihad, Abduh mengecam taklid dan menyerukan ijtihad karena keterbelakangan
dan kemunduran Islam disebabkan oleh pandangan dan sikap jumud dikalangan uamat
Islam.
4.
Muhammad
Rasyid Rida.
Pemikiran
pembaharuan Muhammad Rasyid Rida secara gsris besar dapat di kelompokakn
menjadi 3,yaitu.
a.
Keagamaan, menurut Rasyid Rida bahwa kemuduran
yang di derita ummat Islam karena mereka tidak mengamalkan ajaran Islam yang
sebenarnya, mereka telah menyeleweng dari ajaran tersebut. Untuk itu umat Islam
harus dikembalikan pada ajaran Islam yang semestinya dan ia juga menganjurkan
pembaharuan salam bidang hukum yakni penyatuan madzhab.
b.
Pendidikan, Rasyid Rida mengajukan pengajaran
ilmu-ilmu pengetahuan umum dengan ilmu-ilmu agama Islam di sekolah-sekolah.
c.
Politik, menurut Rasyid Rida bahwa paham
nasionalisme bertentangan dengan ajaran persaudaraan seluruh umat Islam.
Muhammad Rasid
Rida banyak dipengaruhi oleh ide-ide Jamaludin Al-Afghani dan Muhammad Abduh
melalui majalah Al-Urwah Al-Wustqa. Majalah tersebut mendapat sambutan hangat
bukan hanya di Mesir atau negara-negara arab sekitarnya saja, namun sampai ke
Eropa bahkan ke Indonesia. Majalah itu berakhir karena adanya kendala yang di
ciptakan para kolonialis eropa.
5.
Muhammad Iqbal.
Pemikiran
pembaharuan Muhammad Iqbal secara garis besar terdiri dari 3 bidang, yaitu:
a. Keagamaan,
Muhammad Iqbal memandang bahwa kemunduran umat Islam di sebabkan oleh kebekuan
umat Islam dalam pemikiran dan di tutupnya pintu ijtihad. Oleh karenanya
ijtihad di anggap sebagai prinsip yang dipakai dalam soal gerak dan perubahan
dalam hidup sosial manusia sehingga ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam
pembaharuan Islam.
b. Pendidikan,
Muhammad Iqbal tidak menjadikan barat sebagai model pembaharuannya karena
menolak kapitalisme dan imperialisme yang dipengaruhi oleh materialisme dan
telah mulai meninggalkan agama. Yang harus diambil umat Islam dari barat hanyalah
ilmu ilmu pengetahuannya.
c. Politik,
Muhammad Iqbal memandang bahwa India pada hakikatnya tersusun dari dua bangsa
Islam dan Hindu. Umat Islam India harus menuju pada pembentukan negara
tersendiri, terpisah dari negara Hindu di India sehingga beliau di pandang
sebagai bapak Pakistan.
Pemikiran-pemikiran
Muhammad Iqbal mempengaruhi dunia Islam pada umumnya, terutama dalam
pembaharuan di India. Ia menimbulkan paham dinamisme dikalanagan umat Islam
India dan menunjukan jalan yang harus mereka tempuh untuk masa depan agar umat
Islam minoritas di anak benua itu dapat bertahan hidup dari tekanan luar dengan
terwujudnya republik Pakistan.
C.
Tujuan
pembaharuan dalam islam
Berbicara mengenai tujuan pembaruan Islam, maka
tidak dapat dilepaskan dari misi yang diemban oleh gerakan tersebut. Menurut
Achmad Jainuri bahwa pembaruan Islam memiliki dua misi ganda, yaitu misi
purifikasi, dan misi implementasi ajaran Islam di tengah tantangan jaman.
Bertitik-tolak dari kedua misi di atas, maka
tujuan pokok dari pembaruan Islam adalah: Pertama, purifikasi ajaran Islam,
yaitu mengembalikan semua bentuk kehidupan keagamaan pada jaman awal Islam
sebagaimana dipraktekkan pada masa Nabi. Jaman Nabi sebagaimana digambarkan
oleh Sayyid Qutb sebagai periode yang hebat, suatu puncak yang luar-biasa dan
cemerlang dan merupakan masa yang dapat terulang. Terjadinya banyak
penyimpangan dari ajaran pokok Islam pasca Nabi bukan karena kurang sempurnanya
Islam, tetapi karena kurang mampunya untuk menangkap Islam sesuai semangat
jaman; serta dalam konteks ini, banyaknya unsur-unsur luar yang masuk dan
bertentangan dengan Islam sehingga diperlukan adanya upaya untuk mengembalikan
atau memurnikan kembali sesuai dengan orisinalitas Islam. Upaya ini dapat
dilakukan dengan membentengi keyakinan akidah Islam, serta berbagai bentuk
ritual dari pengaruh sesat.
Kedua, menjawab tantangan jaman. Islam diyakini
sebagai agama universal, yaitu agama yang di dalamnya terkandung berbagai
konsep tuntutan dan pedoman bagi segala aspek kehidupan umat manusia, sekaligus
bahwa Islam senantiasa sesuai dengan semangat jaman. Dengan berlandaskan pada
universalitas ajaran Islam itu, maka gerakan pembaruan dimaksudkan sebagai
upaya untuk mengimplementasi-kan ajaran Islam sesuai dengan tantangan
perkembangan kehidupan umat manusia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Kondisi internal umat islam yang memprihatinkan
menjadi faktor utama yang mendorong lahirnya pembaharuan dalam islam.
Pembaharuan dalam Islam mempunyai 2 bentuk: Pertama, memurnikan agama -setelah
perjalanannya berabad-abad lamanya- dari hal-hal yang menyimpang dari
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap
persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain.
2.
Dari sekian banyak pembaharuan
Islam, diantaranya adalah:
a. Muhammad
Ibn Abd Al-Wahhab.
b. Jamaludin
al-Afghani.
c. Muhammad
Abdu.
d. Muhammad
Rasyid Rida.
e. Muhammad
Iqbal.
Daftar
pustaka
Ø
Ragi, Sutomo. dkk. 2006. LKS Pelita
Penuntun Belajar kreatif Agama Islam. Bogor: CV Aria Duta.
Ø
Tradisi tajdid dalam sejarah
islam (bagian kedua), dalam suara muhammadiyah, no,06/80/1995
Ø http://erlangga-khoirul.blogspot.co.id/2012/05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar