http://www.syahrudinpaudpo.com

Rabu, 17 Februari 2016

MAKNA PEMBAHRUAN DALAM ISLAM




MAKNA PEMBAHRUAN DALAM ISLAM
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah :
PMDI

Disusun oleh :
Fatah chuddin

Dosen Pengampu :
Syahrudin, M.PDI

Fakultas/Semester :
Dakwah/08


INSTITUT AGAMA ISLAM RIYADLOTUL MUJAHIDIN AL-ISLAMIYAH
PONDOK PESANTREN “WALI SONGO” NGABAR
Tahun : 2014 M

 
                                                           



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar belakang masalah
Terpuruknya nilai–nilai pendidikan dilatar belakangi oleh kondisi internal Islam yang tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang harus diperhatikan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan lebih banyak diadopsi bahkan dimanfaatkan secara komprehensif oleh barat yang pada masa lalu tidak pernah mengenal ilmu pengetahuan.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses pembaharuan Islam. Pertama faktor internal yaitu, faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat memerlukan satu system yang betul – betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia – manusia muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah. Kedua faktor eksternal adanya kontak Islam dengan barat juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan phragmatik umat Islam untuk belajar secara terus menerus kepada barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa terminimalisir.
Dalam makalah ini lebih menekankan kepada pengertian dari pembaharuan dalam islam, tokoh-tokoh dalam pemharuan islam, dan tujuannya.
B.       Rumusan masalah.
1.      Apakah makna dari pemabaharuan dalam islam!
2.      Siapakah tokoh-tokoh dalam pemabaharun islam?
3.      Apakah tujuan dari pembaharuan dalam islam!



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Pembaharuan dalam Islam.
Kata yang lebih di kenal untuk pembaharuan adalah modernisasi. Kata modernisasi lahir dari dunia barat, adanya sejak terkait dengan masalah agama. Dalam masyarakat barat kata modernisasi mengandung pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya. Agar emua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern.
Pembaharuan Islam adalah upaya untuk menyesuiakan paham keagamaan Islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan terknologi Modern. Dengan demikian pembaharuan dalam Islam ukan berarti mengubah, mengurangi atau menambahi teks Al-Quran maupun Hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya. Sesuai dengan perkembangannya zaman, hal ini dilakukan karena betapapun hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman lampau itu tetap ada kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecendrunagan, pengetahuan, situasional, dan sebagainya. Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masih banyak yang relevan dan madih dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
Kata tajdid sendiri secara bahasa berarti “mengembalikan sesuatu kepada kondisinya yang seharusnya”. Dalam bahasa Arab, sesuatu dikatakan “jadid” (baru), jika bagian-bagiannya masih erat menyatu dan masih jelas. Maka upaya tajdid seharusnya adalah upaya untuk mengembalikan keutuhan dan kemurnian Islam kembali. Atau dengan ungkapan yang lebih jelas, Thahir ibn ‘Asyur mengatakan.
Pembaharuan agama itu mulai direalisasikan dengan mereformasi kehidupan manusia di dunia. Baik dari sisi pemikiran agamisnya dengan upaya mengembalikan pemahaman yang benar terhadap agama sebagaimana mestinya, dari sisi pengamalan agamisnya dengan mereformasi amalan-amalannya, dan juga dari sisi upaya menguatkan kekuasaan agama.
Pengertian ini menunjukkan bahwa sesuatu yang akan mengalami proses tajdid adalah sesuatu yang memang telah memiliki wujud dan dasar yang riil dan jelas. Sebab jika tidak, ke arah mana tajdid itu akan dilakukan? Sesuatu yang pada dasarnya memang adalah ajaran yang batil –dan semakin lama semakin batil-, akan ditajdid menjadi apa? Itulah sebabnya, hanya Syariat Islam satu-satunya syariat samawiyah yang mungkin mengalami tajdid. Sebabnya dasar pijakannya masih terjaga dengan sangat jelas hingga saat ini, dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun Syariat agama Yahudi atau Kristen –misalnya-, keduanya tidak mungkin mengalami tajdid, sebab pijakan yang sesungguhnya sudah tidak ada. Yang ada hanyalah “apa yang disangka” sebagai pijakan, padahal bukan. Tidak mengherankan jika kemudian aliran Prostestan menerima “kemenangan” akal dan sains atas agama, sebab gereja pada mulanya tidak menerimanya, sebab teks-teks Injil tidak memungkinkan untuk itu. Dan yang seperti sama sekali tidak dapat disebut sebagai tajdid.
Dalam Islam sendiri, seputar ide tajdid ini, Rasulullah saw. sendiri telah menegaskan dalam haditsnya tentang kemungkinan itu. Beliau mengatakan, yang artinya; “Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk ummat ini pada setiap pengujung seratus tahun orang yang akan melakukan tajdid (pembaharuan) terhadap agamanya.” (HR. Abu Dawud , no. 3740).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tajdid dalam Islam mempunyai 2 bentuk:
Pertama, memurnikan agama -setelah perjalanannya berabad-abad lamanya- dari hal-hal yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali kepada bagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam keseharian mereka.
Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain. Meski harus diingat, bahwa “memberikan jawaban” sama sekali tidak identik dengan membolehkan atau menghalalkannya. Intinya adalah bahwa Islam mempunyai jawaban terhadap hal itu. Berdasarkan ini pula, maka kita dapat memahami bahwa bidang-bidang tajdid itu mencakup seluruh bagian ajaran Islam. Tidak hanya fikih, namun juga aqidah, akhlaq dan yang lainnya. Tajdid dapat saja dilakukan terhadap aqidah, jika aqidah ummat telah mengalami pergeseran dari yang seharusnya.
B.       Tokoh-tokoh  pembaharu dalam islam
 Pembaharuan dalam Islam timbul sebagai reaksi dan respon umat Islam terhadap imperialisme Barat yang telah mendominasi dalam bidang politik dan budaya pada abad 19. Namun, imperialisme Barat bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan adanya pembaharuan dalam Islam. Islam memiliki landasan teologis yang kuat untuk mengadakan pembaharuan. Selain itu, kondisi internal umat Islam yang memprihatinkan menjadi faktor utama yang mendorong lahirnya pembaharuan dalam islam. Dari sekian banyak pembaharuan Islam, diantaranya adalah
1.      Muhammad Ibn Abd Al-Wahhab
Gerakan Wahabiyyah lahir di Dari’ah pada tahun 1744 M yang bertujuan memperbaiki kepincangan-kepincangan, menghapuskan semua kegiatan takhayul dan kembali pada Islam sejati. Muhammad bin Abd al '-Wahhab juga menghidupkan kembali minat dalam karya-karya sarjana Islam Ibnu Taymiya, yang pada gilirannya dipanggil untuk kebangkitan metodologi sahabat sahabat, para ulama dari tabi'in pengikut dan metodologi dari Imam dari mahzab, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Al Shafi'ee dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Pemikiran-pemikiran Muhammad Ibn Abd Al-Wahab yang mempunyai pengaruh pada perkembangan pemikiran pembaharuan di abad ke-19, yaitu[1] :
a.       Hanya al-Qur’an dan hadislah yang merupakan sumber asli dari ajaran-ajaran Islam.
b.      Taklid kepada ulama tidak dibenarkan.
c.       Pintu ijtihad terbuka.

2.      Jamaludin al-Afghani.
Bentuk pengajaran Jamaluddin Al Afghani tersimpul dalam dua kesimpulan. Pertama beliau menekankan supaya pengajaran agama Islam itu diperbaiki supaya sesuai dan dapat mengikuti zaman modern dan kedua bertujuan untuk membebaskan negara-negara Islam di Timur dari cengkaman kekuasaan Barat. Beliau senantiasa berpendapat bahwa umat Islam telah merosot akhlaknya dan lemah semangat serta dikuasai oleh hawa nafsu yang buas. Beliau menaruh keyakinan penuh bahwa kekuasaan negara Barat ke atas negara-negara Islam adalah amat bahaya dengan keadaan demikian jika umat Islam tidak berubah, mereka pasti akan menerima nasib yang lebih buruk lagi. Oleh karena itu, umat Islam hendaknya bangkit untuk mengembalikan agama dan diri mereka sebagai umat yang mulia lagi terpuji.
Pemikiran politik Al-Afghani ada dua unsur utama : kesatuan dunia Islam dan popularisme. Doktrin kesatuan politik dunia islam yang dikenal sebagai pan islamisme di desakkan oleh Al-Afghani sebagai satu-satunya benteng pertahanan terhadap penduduk dan dominasi asing atas negeri-negeri muslim. Dorongan populis timbul baik dari pertimbangan akan keadilan intrinsiknya dan dari kenyataan bahwa suatu pemerintah konstitusional oleh rakyat sajalah yang akan kuat berdiri, stabil dan merupakan jaminan yang sebenarnya menghadapi kekuatan dan intrik-intrik asing[2].
3.      Muhammad Abduh
Pendidikannya mula-mula oleh orang tuanya mengaji sampai hafal al-quran dalam usia 12 tahun. Selanjutnya keperguruan agama “ Masjid Ahmadi” di desa thanta dan akhirnya keperguruan tinggi islam “Al-Azhar” Kairo tamat tahun 1877 serta membaktikan diri mengajar di Dar Al-Ulum dan rumahnya sendiri.
Pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh meliputi Pendidikan,
a.       Abduh menentang dualisme pendidikan yang memisahkan antara pendidikan agama dari pendidikan umum.
b.      Politik, Abduh menganggap perlu adanya pembatas kekuasaan suatu pemerintahan dan perlunya kontrol sosial dari rakyat terhadap penguasa.
c.       Taklid dan ijtihad, Abduh mengecam taklid dan menyerukan ijtihad karena keterbelakangan dan kemunduran Islam disebabkan oleh pandangan dan sikap jumud dikalangan uamat Islam.
4.      Muhammad Rasyid Rida.
Pemikiran pembaharuan Muhammad Rasyid Rida secara gsris besar dapat di kelompokakn menjadi 3,yaitu.
a.       Keagamaan, menurut Rasyid Rida bahwa kemuduran yang di derita ummat Islam karena mereka tidak mengamalkan ajaran Islam yang sebenarnya, mereka telah menyeleweng dari ajaran tersebut. Untuk itu umat Islam harus dikembalikan pada ajaran Islam yang semestinya dan ia juga menganjurkan pembaharuan salam bidang hukum yakni penyatuan madzhab.
b.      Pendidikan, Rasyid Rida mengajukan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum dengan ilmu-ilmu agama Islam di sekolah-sekolah.
c.       Politik, menurut Rasyid Rida bahwa paham nasionalisme bertentangan dengan ajaran persaudaraan seluruh umat Islam.
Muhammad Rasid Rida banyak dipengaruhi oleh ide-ide Jamaludin Al-Afghani dan Muhammad Abduh melalui majalah Al-Urwah Al-Wustqa. Majalah tersebut mendapat sambutan hangat bukan hanya di Mesir atau negara-negara arab sekitarnya saja, namun sampai ke Eropa bahkan ke Indonesia. Majalah itu berakhir karena adanya kendala yang di ciptakan para kolonialis eropa.
5.      Muhammad Iqbal.
Pemikiran pembaharuan Muhammad Iqbal secara garis besar terdiri dari 3 bidang, yaitu:
a.       Keagamaan, Muhammad Iqbal memandang bahwa kemunduran umat Islam di sebabkan oleh kebekuan umat Islam dalam pemikiran dan di tutupnya pintu ijtihad. Oleh karenanya ijtihad di anggap sebagai prinsip yang dipakai dalam soal gerak dan perubahan dalam hidup sosial manusia sehingga ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan Islam.
b.      Pendidikan, Muhammad Iqbal tidak menjadikan barat sebagai model pembaharuannya karena menolak kapitalisme dan imperialisme yang dipengaruhi oleh materialisme dan telah mulai meninggalkan agama. Yang harus diambil umat Islam dari barat hanyalah ilmu ilmu pengetahuannya.
c.       Politik, Muhammad Iqbal memandang bahwa India pada hakikatnya tersusun dari dua bangsa Islam dan Hindu. Umat Islam India harus menuju pada pembentukan negara tersendiri, terpisah dari negara Hindu di India sehingga beliau di pandang sebagai bapak Pakistan.
Pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal mempengaruhi dunia Islam pada umumnya, terutama dalam pembaharuan di India. Ia menimbulkan paham dinamisme dikalanagan umat Islam India dan menunjukan jalan yang harus mereka tempuh untuk masa depan agar umat Islam minoritas di anak benua itu dapat bertahan hidup dari tekanan luar dengan terwujudnya republik Pakistan.
C.      Tujuan pembaharuan dalam islam
Berbicara mengenai tujuan pembaruan Islam, maka tidak dapat dilepaskan dari misi yang diemban oleh gerakan tersebut. Menurut Achmad Jainuri bahwa pembaruan Islam memiliki dua misi ganda, yaitu misi purifikasi, dan misi implementasi ajaran Islam di tengah tantangan jaman.
Bertitik-tolak dari kedua misi di atas, maka tujuan pokok dari pembaruan Islam adalah: Pertama, purifikasi ajaran Islam, yaitu mengembalikan semua bentuk kehidupan keagamaan pada jaman awal Islam sebagaimana dipraktekkan pada masa Nabi. Jaman Nabi sebagaimana digambarkan oleh Sayyid Qutb sebagai periode yang hebat, suatu puncak yang luar-biasa dan cemerlang dan merupakan masa yang dapat terulang. Terjadinya banyak penyimpangan dari ajaran pokok Islam pasca Nabi bukan karena kurang sempurnanya Islam, tetapi karena kurang mampunya untuk menangkap Islam sesuai semangat jaman; serta dalam konteks ini, banyaknya unsur-unsur luar yang masuk dan bertentangan dengan Islam sehingga diperlukan adanya upaya untuk mengembalikan atau memurnikan kembali sesuai dengan orisinalitas Islam. Upaya ini dapat dilakukan dengan membentengi keyakinan akidah Islam, serta berbagai bentuk ritual dari pengaruh sesat.
Kedua, menjawab tantangan jaman. Islam diyakini sebagai agama universal, yaitu agama yang di dalamnya terkandung berbagai konsep tuntutan dan pedoman bagi segala aspek kehidupan umat manusia, sekaligus bahwa Islam senantiasa sesuai dengan semangat jaman. Dengan berlandaskan pada universalitas ajaran Islam itu, maka gerakan pembaruan dimaksudkan sebagai upaya untuk mengimplementasi-kan ajaran Islam sesuai dengan tantangan perkembangan kehidupan umat manusia.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.         Kondisi internal umat islam yang memprihatinkan menjadi faktor utama yang mendorong lahirnya pembaharuan dalam islam. Pembaharuan dalam Islam mempunyai 2 bentuk: Pertama, memurnikan agama -setelah perjalanannya berabad-abad lamanya- dari hal-hal yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain.
2.         Dari sekian banyak pembaharuan Islam, diantaranya adalah:
a.       Muhammad Ibn Abd Al-Wahhab.
b.      Jamaludin al-Afghani.
c.       Muhammad Abdu.
d.      Muhammad Rasyid Rida.
e.       Muhammad Iqbal.



Daftar pustaka

Ø  Ragi, Sutomo. dkk. 2006. LKS Pelita Penuntun Belajar kreatif Agama Islam. Bogor: CV Aria Duta.
Ø  Tradisi tajdid dalam sejarah islam (bagian kedua), dalam suara muhammadiyah, no,06/80/1995
Ø  http://erlangga-khoirul.blogspot.co.id/2012/05



[1]Ragi sutomo dkk.2006
[2] Ragi sutomo dkk.2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diklat K13

Diklat K13

Penyusunan Silabus RA

Penyusunan Silabus RA